fiksi

Gerbong Setan

Acara pentas musik besok benar-benar menguras perhatian Riani yang seminggu ini makin malam pulangnya tapi tetap gak diijinkan mama buat ngekos. Asyik meluruskan badan yang daritadi pegal memindahkan peralatan Riani gak sengaja mendangar percakapan Afri dan Gita, “kenal si Derry anak 2011 gak? Dia kemarin kena gerbong setan!” Afri heboh bercerita, “ah serius lo?” Gita melongo sangat antusias. “sama kayak Ami dong? Emang dia naik kereta jam berapa? Trus ditemuin dimana? kerasukan juga gak?” Vio ikutan berkomentar dan membuat ruangan semi hall itu heboh. Riani cuma bisa menelan ludah sambil meringis teringat kejadian dua hari yang lalu.
Sebenarnya sudah lama cerita gerbong hantu menjadi momok menakutkan bagi mahasiswa kampus itu. Gara-gara cerita horor itu juga Riani ngotot mau ngekos dekat kampus dibanding harus bolak-balik naik kereta.
Lima tahun lalu sebuah kereta terakhir arah Bogor tiba-tiba meledak saat melewati travo listrik sesaat setelah melewati stasiun kampus, apes kilatan api menyambar salah satu gerbong dan membuat semua penumpang di dalamnya terbakar. Sejak itu, gerbong setan dikenal haus darah dan memakan korban baru.
Dua hari yang lalu, Riani sebenarnya sudah berniat pulang cepat, selain ngeri membayangkan dirinya naik gerbong setan jika pulang terlalu malam juga karena ini hari ulang tahun mama. Tapi ya mau gimana, selesai kelas ia langsung dipanggil dosen dan ditanya-tanya tentang acara musik yang sedang dikerjakannya.
Tidak ada rasa curiga ketika memasuki stasiun sepi dan hanya bersisa beberapa gelandangan yang bersiap menggelar kardus-kardus sebagai alas tidur. ‘masih ada kereta! untunglah kereta terakhir belum lewat’ batin Riani sambil duduk memeluk dirinya menunggu kereta. Gelap. Iringan gerbong gelap memasuki stasiun seperti layaknya semua kereta, lumrah. Menarik napas pendek, Riani masuk ke satu gerbong yang berhenti tepat di depannya. Sepi, gelap dan dingin. Agak terlalu dingin untuk ukuran kota itu, tapi mungkin sudah masuk musim hujan. Riani awas memperhatikan sekeliling gerbong yang bercahaya remang, ada anak terlelap di paha ibunya yang juga sudah jatuh tertidur, beberapa lelaki dewasa sibuk merokok, pedagang asongan yang keleahan di kursi. Kereta melaju pelan. Lengang. Riani merasa diperhatikan tapi ketika ia melihat sekeliling semua terlihat sibuk dengan urusannya masing-masing. Melewati tiang travo yang sudah berganti menjadi pepohonan rimbun sesuatu yang aneh mulai terasa. Bau anyir darah dan daging hangus mulai tercium. Riani tercekat kaget, seakan kesadarannya kembali saat mendengar rintihan tolong dengan tangisan yang semakin menjadi. Refleks Riani menoleh, matanya silau oleh sorot lampu. Sekelebat terdengar suara bisikan mama “AWAS KERETAAA!! MINGGIIIIRR!!”. Riani terkesiap lalu terjatuh di bantaran rel. Wajahnya bingung dihampiri banyak orang. Pak Hamid, penjaga palang kereta 100 M dari sana menjelaskan bahwa Riani hampir saja jadi korban gerbong setan. Saat melintasi pintu palang kereta Pak Hamid sudah berteriak menanyakan kenapa Riani berjalan di tengah rel, tapi diacuhkan. Untung saja saat kereta melintas Riani seperti mendengar bisikan mama dan berhasil melompat keluar rel.

Leave a comment